Video

Sorotan Soal Rekening Nganggur & Beras Oplosan, Prabowo Panggil Kapolri hingga Kepala PPATK ke Istana

×

Sorotan Soal Rekening Nganggur & Beras Oplosan, Prabowo Panggil Kapolri hingga Kepala PPATK ke Istana

Sebarkan artikel ini

Presiden Prabowo Subianto menggelar pertemuan tertutup di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu malam (30/7/2025), menyusul ramainya sorotan publik terkait dua isu besar: rekening dormant penerima bansos dan pelanggaran standar mutu beras.

Pertemuan yang dimulai pukul 21.00 WIB itu dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Gubernur BI Perry Warjiyo, serta Kepala Bappisus Aries Marsudiyanto.

Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menjelaskan, dua isu utama yang dibahas adalah temuan pelanggaran dalam distribusi beras dan dana bansos yang mengendap di rekening tidak aktif.

“Salah satu isu yang dibahas pada pertemuan ini adalah terkait penertiban pasokan beras dan temuan pelanggaran standar mutu beras premium dan medium di pasaran,” kata Teddy melalui unggahan Instagram Sekretariat Kabinet, Kamis (31/7/2025).

Presiden Prabowo meminta langkah tegas diambil terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar ketentuan, sekaligus memastikan penegakan hukum berjalan sesuai aturan.

Sebelumnya, Mentan Andi Amran menyebut ada 212 merek beras premium dan medium di pasaran yang tak sesuai standar pemerintah. Ia menyatakan penindakan akan dilakukan, terutama untuk beras oplosan.

Sementara itu, PPATK mengungkap adanya dana bansos senilai Rp 2,1 triliun yang mengendap di lebih dari 10 juta rekening penerima yang tak aktif selama 3 tahun. Temuan ini mengindikasikan penyaluran bansos belum sepenuhnya tepat sasaran.

PPATK juga menemukan lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran berstatus dormant, dengan total dana mencapai Rp 500 miliar.

Sejak 2020, PPATK telah menganalisis lebih dari 1 juta rekening yang diduga terkait tindak pidana. Dari jumlah itu, lebih dari 150 ribu rekening diketahui menggunakan nama palsu atau nominee, yang didapat melalui jual beli ilegal maupun aktivitas peretasan.